Undang-Undang No. 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta Pasal 72 ayat (1) berbunyi: "Barangsiapa dengan sengaja dan tanpa hak melakukan perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 49 ayat (1) dan ayat (2) dipidana dengan pidana penjara masing-masing paling singkat 1 (satu) bulan dan/atau denda paling sedikit Rp 1.000.000,00 (satu juta rupiah), atau pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah)."

Saturday, 19 November 2016

Contoh Replik Jaksa Penuntut Umum

REPLIK JAKSA PENUNTUT UMUM ATAS PEMBELAAN PENASEHAT HUKUM
TERDAKWA WAHYUDIN
 


Sidang Majelis Hakim Pengadilan Negeri Bekasi,
Yang Terhormat
Saudara Penasehat Hukum,
Yang Terhormat

Sebelumnya marilah kita bersama-sama memanjatkan Puji Syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, yang telah memberikan berkat dan rahmat-Nya pada kita semua, sehingga dapat bertemu di ruang sidang yang mulai ini dalam keadaan sehat walafiat.

Pada kesempatan ini kami ucapkan terima kasih pada sidang Majelis Hakim Pengadilan Negeri Bekasi yang memeriksa dan mengadili perkara ini, yang telah memberikan kesempatan kepada kami, Jaksa Penuntut Umum dalam perkara ini, untuk mengajukan tanggapan atas pembelaan saudara penasehat hukum terdakwa Wahyudin yang dihadapkan ke depan persidangan ini dengan dakwaan melakukan tindak pidana Pencurian sebagai mana diatur dalam Pasal 362 jo 363 ayat (3) KUHP.

Friday, 14 October 2016

Lahirnya Undang-Undang Perdagangan Orang

Dalam sejarahnya, Indonesia mengenal trafficking melalui perbudakan yang upaya penghapusannya secara perlahan telah dimulai tahun 1854 dengan diundangkannya Wet No. 2 Tahun 1854 yang diundangkan dalam Staatsblad No. 2 Tahun 1855 tentang Reglement op het Beleid der Regering van Nederlands-Indie (RR) yang dalam Pasal 169 menentukan “Paling lambat 1 Januari 1860 perbudakan di Hindia Belanda Sudah harus dihapus secara total”[1]. Mengenai ancaman hukuman diatur dalam Pasal 297, 298,Wetboek van Strafrecht (Kitab Undang-undang Hukum Pidana). Upaya yang dilakukan saat itu baru sebatas pada ketentuan tertulis, sementara yang terjadi trafficking masih menjadi pemandangan biasa, khususnya dalam pelaksanaan kerja paksa.

Sejarah Tindak Pidana Korupsi di Indonesia

Korupsi di Indonesia sudah ‘membudaya’ sejak dulu, sebelum dan sesudah kemerdekaan, di era Orde Lama, Orde Baru, berlanjut hingga era Reformasi. Berbagai upaya telah dilakukan untuk memberantas korupsi, namun hasilnya masih jauh panggang dari api.
Sejarawan di Indonesia umumnya kurang tertarik memfokuskan kajiannya pada sejarah ekonomi, khususnya seputar korupsi yang berkaitan dengan kekuasaan yang dilakukan oleh para bangsawan kerajaan, kesultanan, pegawai Belanda (Amtenaren dan Binenland Bestuur) maupun pemerintah Hindia Belanda sendiri. Sejarawan lebih tertarik pada pengkajian sejarah politik dan sosial, padahal dampak yang ditimbulkan dari aspek sejarah ekonomi itu, khususnya dalam “budaya korupsi” yang sudah mendarah daging mampu mempengaruhi bahkan merubah peta perpolitikan, baik dalam skala lokal yaitu lingkup kerajaan yang bersangkutan maupun skala besar yaitu sistem dan pola pemerintahan di Nusantara ini. Sistem dan pola itu dengan kuat mengajarkan “perilaku curang, culas, uncivilian, amoral, oportunis dan lain-lain” dan banyak menimbulkan tragedi yang teramat dahsyat.

Era Sebelum Indonesia Merdeka

Saturday, 21 March 2015

Kasasi

1.      Kasasi

Kasasi adalah proses pengajuan permohonan ke Mahkamah Agung terkait keputusan pengadilan tingakt pertama (Pengadilan Negeri) dan pengadilan tingkat kedua (Pengadilan Tinggi).

a.    Kasasi kasus perdata
                                 I.            Permohonan kasasi disampaikan kepada panitera pengadilan tinggi selambatnya 14 hari setelah keputusan dijatuhkan. Pihak pemohon juga membuat memori kasasi yang berisi alasan-alasan pengajuan kasasi.
                                II.            Setelah menerima permohonan kasasi maka panitera pengadilan tinggi akan memberikan pemberitahuan kepada pihak lawan dalam jangka waktu selambatnya 7 hari.
                              III.            Pihak lawan yang menerima pemberitahuan tersebut diberikan waktu selambatnya 30 hari untuk memberikan surat jawaban atas memori kasasi yang diajukan.
                            IV.            Setelah menerima permohonan kasasi, memori kasasi, dan jawaban atas memori tersebut maka panitera pengadilan tinggi akan memberikan seluruh berkas kepada Mahkamah Agung (MA). Pemberian berkas ke MA dilakukan dalam jangka waktu selambatnya 30 hari sejak semua berkas diterima.
b.    Kasasi kasus perdata
                                 I.            Permohonan diajukan kepada panitera pengadilan selambatnya 14 hari setelah keputusan dijatuhkan. Pihak pemohon juga wajib menyertakan memori kasasi yang berisi alasan-alasan pengajuan kasasi. Jika pemohon tidak paham hukum maka panitera akan membantu penyusunan memori kasasi.
                                II.            Dalam waktu selambatnya 14 hari setelah semua berkas lengkap maka pihak panitera akan mengajukan ke pihak MA.

                              III.            MA akan memeriksa secara tertutup, tetapi pembacaan keputusan akan dilakukan dalam sidang terbuka.

Friday, 13 March 2015

Sistem Pemidanaan di Indonesia

Andi Hamzah memberikan arti sistem pidana dan pemidanaan sebagai susunan pidana dan cara pemidanaan. M. Sholehuddin menyatakan, bahwa masalah sanksi merupakan hal yang sentral dalam hukum pidana karena seringkali menggambarkan nilai-nilai sosial budaya suatu bangsa. Artinya pidana mengandung tata nilai (value) dalam suatu masyarakat mengenai apa yang baik dan yang tidak baik, apa yang bermoral dan apa yang amoral serta apa yang diperbolehkan dan apa yang dilarang.

Sistem merupakan jalinan dari beberapa unsur yang menjadi satu fungsi. Sistem pemidanaan memegang posisi strategis dalam upaya untuk menanggulangi tindak pidana yang terjadi. Sistem pemidanaan adalah suatu aturan perundang-undangan yang berhubungan dengan sanksi pidana dan pemidanaan. Apabila pengertian sistem pemidanaan diartikan secara luas sebagai suatu proses pemberian atau penjatuhan pidana oleh hakim, maka dapatlah dikatakan bahwa sistem pemidanaan mencakup keseluruhan ketentuan perundang-undangan yang mengatur bagaimana hukum pidana itu ditegakkan atau dioperasionalkan secara konkret sehingga seseorang dijatuhi sanksi (hukum) pidana itu. Ini berarti semua aturan perundang-undangan mengenai hukum pidana subtantif, hukum pidana formal, dan hukum pelaksanaan pidana dapat dilihat sebagai satu kesatuan sistem pemidanaan.


Dengan demikian, dapatlah dikatakan bahwa pemidanaan tidak dapat terlepas dari jenis-jenis pidana yang diatur dalam hukum positif suatu Negara. Pemidanaan yang dilakukan oleh suatu masyarakat yang teratur terhadap pelaku kejahatan dapat berbentuk menyingkirkan atau melumpuhkan para pelaku tindak pidana, sehingga pelaku tersebut tidak lagi menganggu dimasa yang akan datang.